Perseteruan Juventus - Inter Milan
Juventus adalah La Fidanza d’Italia alias kekasih Italia. Mereka dicintai publik Italia karena menjadi tim yang paling sering memenangi gelar Serie A Liga Italia. Tetapi, ketika skandal pengaturan skor yang populer dengan calciopoli mencuat pada Mei 2006, Juventus bukan lagi tim kesayangan. Mereka menjadi terdakwa dan dihukum turun ke Serie B di musim 2006/07, untuk pertama kali sepanjang sejarah.
Di saat Juventus terpinggirkan, peran sebagai tim Italia yang dikasihi, diambil alih Inter Milan. La Beneamata alias yang tercinta, begitu pers Italia menjuluki Inter yang memang bisa memaksimalkan diusirnya Juve dari “istana” Serie A. Sejak itu, Inter dominan menguasai Serie A. Di musim 2006/07, Inter memenangi gelar pertama di lapangan sekaligus mengakhiri kutukan angka 13. Sebelumnya, sejak kali terakhir memenangi Scudetto ke-13 pada 1989, Inter tak pernah juara.
Namun, bukan terusirnya mereka ke Serie B dan berpindahnya status kekasih Italia ke Inter yang membuat Juventus marah. Tetapi karena dicopotnya gelar Scudetto mereka di musim 2005/06 yang lantas diberikan ke Inter. Insiden pemberian gelar Scudetto untuk Inter, seperti menjadi bensin yang membuat kebencian Juventus-Inter kian membara.
Kisah kebencian Inter-Juventus sebenarnya sudah menyeruak di musim 1998. Saat itu, Inter yang diperkuat striker Brasil, Ronaldo, ada di posisi dua dan sangat berpeluang meraih Scudetto, away ke markas Juve dengan hanya selisih satu poin dari Juve. Inter murka karena wasit Piero Ceccarini tak memberi penalti ketika Ronaldo jelas-jelas dilanggar bek Juve, Mark Iulano. Laga pun berakhir 1-0 untuk kemenangan Juve yang lantas memenangi Scudetto. Inter kemudian menuding Juve sebagai tim favorit wasit.
Kapten juve, alessandro del piero (kiri) dan ronaldo saat bertemu di laga kontroversial di tahun 1998
Tetapi, awal hubungan buruk Inter-Juve sebenarnya dipicu di musim 1960-61. Ceritanya, Inter menghadapi Juve di Turin yang menjadi dua laga terakhir kompetisi. Tetapi, laga di Turin itu batal digelar karena tifosi Juve masuk ke lapangan. Oleh FIGC Inter lantas diberi kemenangan 2-0. Namun, keputusan itu justru dianulir sehari jelang laga terakhir. FIGC memutuskan laga ulang dengan Juve masih unggul dua poin dari Inter.
Sial bagi Inter, di pekan terakhir, mereka kalah 0-2 d markas Catania. Sementara Juve imbang dengan Bari sehingga memenangi eglar ke-12 mereka. Presiden Inter kala itu, Angelo Moratti yang merupakan ayah Massimo Moratti, bos Inter sekarang, protes keras karena menganggap dianulirnay keputusan FIGC itu karena campur tangan Umberto Agnelli, bos Juve kala itu.
Kesal, protesnya tak ditanggapi, Moratti lantas memberi perintah Helenio Herrera, pelatih Inter kala itu agar memainkan tim primavera saat tanding laga ulang melawan Juve pada 10 Juni 1961 yang berakhir dengan skor mencolok, 9-1 untuk kemenangan Juve.
Dan Minggu 13/2) malam waktu setempat atau Senin (14/2) dini hari waktu Indonesia, Juventus akan kembali bentrok dengan Inter di Turin dalam laga yang di Italia disebut Derby d‘Italia.
Kebencian itu pun langsung menyeruak. Sentimen anti Juve langsung disuarakan Iner Milan. Bos Inter, Massimo Moratti, kembali mengungkit kenangan calciopoli dengan menyebut Juventus tidak akan mendapatkan kembali Scudetto 2006 yang sudah diberikan ke Inter.Memang, akhir tahun kemarin, Juve berjuang lewat pengadilan olahraga agar gelar itu kembali jadi milik mereka.
“Calciopoli itu skandal sangat serius. Scudetto 2006? Saya pikir tidak ada alasan untuk menyerahkannya kepada Juventus,” seloroh Moratti.
Jika di era 90-an lalu, Juve lebih diunggulkan tiapkali bertemu Inter, kali ini situasi berbalik. Inter yang sejak dipegang Leonardo menang tujuh kali dalam delapan laga dan mencetak 24 gol, kali ini menjadi favorit. Tidak peduli laga akan dimainkan di Turin, markas Juve. Bahkan, matan bos Juve yang jadi otak skandal calciopoli, Luciano Moggi, terang-terangan menyebut Inter akan menang.
“Hati saya bertaruh untuk Juventus, tetapi nalar teknik saya menfavoritkan Inter. Mereka kini tim yang lebih kuat,” sebut Moggi.
Toh, musim lalu, Juve yang tidak diunggulkan, nyatanya bisa membalik prediksi dan mampu menang. Karena itu, Juve yakin akan bisa kembali menang meski dengan status outsider. Apalagi, satu kekalahan Inter sejak dilatih Leonardo adalah kalah dari Udinese yang berkostum putih-hitam (bianconeri). Skornya pun mencolok, 1-3 pada 23 Januari lalu. Sebagai tim yang juga berkostum putih-hitam, Juve ingin mengikuti jejak Udinese.
“Ini saatnya mengalahkan Inter. Kami akan bermain terbuka dan mencetak gol lebih banyak dari mereka,” ujar Luca Toni, striker Juve.
Source : olahraga.kompasiana.com
0 komentar:
Posting Komentar